Duduk Perkara Memahami Kerugian Pertamina, Apakah Wajar?


 Belakangan ini, Pertamina memberitahukan kerugian bersih pada semester I tahun 2020. Tidak main-main, nilainya capai 767,92 juta dollar Amerika Serikat (AS) atau sama dengan Rp 11,13 triliun. Lalu, apa kerugian yang dirasakan oleh perusahaan migas itu lumrah? Bagaimana duduk kasus sebetulnya?

Makanan Berprotein Tinggi Untuk Ayam Aduan

Kita memang tidak menyenangi info jelek. Juga demikian dengan kerugian usaha. Seakan-akan itu jangan berlangsung dalam kehidupan ini. Begitupun dengan tanggapan warga saat dengar info Pertamina tidak untung. Beberapa ada yang jengkel, serta yang lain malah mencerca perusahaan itu.


Tetapi lepas dari angka kerugian yang berkesan "fenomenal" itu, kita harusnya berani mengevaluasi bertambah dalam masalah itu supaya bisa pahami situasi sebetulnya.


Sebab diakui atau mungkin tidak, tidak ada kerugian yang langsung mendekati Pertamina. Yang tentu, tidak ada perusahaan yang ujug-ujug tidak untung, alias semuanya tentu ada prakondisinya. Ditambah lagi, mengingat perusahaan negara itu sempat mencatat keuntungan bersih capai 35,8 triliun di tahun 2019. Berikut yang perlu dimengerti bersama-sama.


Epidemi Covid-19 disangka kuat jadi karena Pertamina tidak untung. Walau bukan karena tunggal, tetapi epidemi bawa efek yang kompleks serta luas buat semua bagian usaha global. Selama paruh pertama tahun ini, Pertamina hadapi tiga rintangan penting. Ke-3nya dengan cara simultan menggerakkan kerugian pada Pertamina.


Salah satunya, pengurangan harga minyak mentah dunia, selanjutnya pengurangan mengonsumsi BBM di negeri, dan gerakan nilai ganti dollar AS yang berefek pada rupiah hingga berlangsung beda kurs yang cukup relevan.


Ini disadari oleh VP Corporate Communication Pertamina, Fajriyah Usman.


"Epidemi Covid-19, efeknya benar-benar relevan buat Pertamina. Dengan pengurangan permintaan, depresiasi rupiah, dan crude price yang berfluktuasi yang benar-benar tajam membuat performa keuangan kita benar-benar terpengaruh," katanya, seperti diambil dari wartaekonomi, Senin (24/8/2020).


Limitasi sosial bertaraf besar (PSBB) buat menahan penebaran virus corona jadi karena turunnya keinginan BBM di warga.


Per Juni 2020, keinginan BBM cuma seputar 117.000 kilo liter (KL) /hari, atau turun 13 % dibanding periode yang serupa tahun 2019 yang tertera 135.000 KL /hari.


Serta pada saat Limitasi Sosial Bertaraf Besar (PSBB) di sejumlah kota besar berlangsung pengurangan keinginan capai 50-60 %.


Situasi ini bukan hanya dirasakan oleh Pertamina saja. Banyak perusahaan migas alami kerugian karena epidemi Covid-19. Serta kerugian Pertamina itu masih semakin lebih kecil bila dibanding dengan perusahaan migas dunia lainnya.


Exxon Mobil, contohnya, dalam laporan yang diedarkan tanggal 31 Juli 2020 lalu sampaikan kerugian USD 1,1 miliar semasa semester I 2020. Penyebabnya, sebab suplai minyak dunia turun sebab epidemi COVID-19.


Hal yang juga sama berlangsung pada perusahaan minyak asal Inggis yakni BP. Berdasar neraca keuangan yang perusahaan minyak asal Inggris ini, selama semester 1 2020 harus alami kerugian sebesar USD 6,7 miliar.


Chevron, perusahaan migas yang berbasiskan di Amerika Serikat dalam laporan keuangannya di semester 1 2020 alami kerugian sebesar USD 8,3 miliar, dengan saham yang terdilusi sebesar USD 4,44 per lembarnya.


Pemicu meruginya BP serta Chevron sama juga dengan Pertamina, yaitu loyonya harga minyak serta gas dunia.


Dengan lihat bukti itu, kita harusnya pahami jika hampir tidak ada perusahaan yang tidak tidak untung sebab epidemi covid-19 ini. Dinamika usaha sebab epidemi Covid-19 ini yang perlu kita ketahui bersama-sama.


Postingan populer dari blog ini

Soes Jenderal, Bisnis Makanan dengan Trik Marketing Jitu

Apakah Bisnis Kita Butuh Aplikasi?